“SRI YANTRA” DAN RAHASIA YANG TERKANDUNG DI DALAMNYA

Oleh: Syansanata Ra
(Yeddi Aprian Syakh al-Athas)

* Mohon dibaca dengan perlahan karena tulisan ini sangat panjang sehingga tulisan ini sengaja saya partisi menjadi dua bagian.

Bismillaahirrahmaanirrahiim,

Sebelum kita membahas lebih jauh tentang apa itu SRI YANTRA, maka ada baiknya jika kita mengetahui lebih dulu apa itu YANTRA.

Istilah YANTRA sendiri ditemukan dalam Kitab Bhagavad Gita. Perlu diketahui disini bahwa ada dua versi Kitab Bhagavad Gita. Versi Pertama, adalah Kitab Bhagavad Gita yang asli, yang ditulis oleh Ṛṣi Vyāsa atau dikenal di Nusantara dengan nama Bêgawan Abiyasa. Nama aslinya adalah Krṣṇa Dwaipāyana. Vyāsa sendiri artinya adalah “Pengumpul”. Karena berjasa mengumpulkan Kitab Veda yang masih tersisa, maka ia mendapat gelar Vyāsa. Kitab Veda yang saat ini kita kenal, yang terdokumentasikan dalam bahasa Sansekerta sebenarnya hanyalah hasil pengumpulan ulang dari bahan-bahan yang lebih purba dan merupakan sisa-sisa dari Kitab Veda yang bisa terselamatkan pasca tenggelamnya Ataladwipa. Hindhu memang bersandar pada Kitab Veda. Tapi ajaran Hindhu saat ini banyak terpengaruh oleh Kitab-Kitab Purāṇa dan Itihāsa yang usianya jauh lebih muda dari Kitab Veda dan memang berasal dari Tanah India setelah Ataladwīpa hancur luluh dan tenggelam. Kitab Bhagavad Gita versi pertama ini isinya hanyalah memuat tentang “Ilmu Samkhya” dan “Ilmu Yoga”.

Berikutnya adalah Kitab Bhagavad Gita versi kedua sebagai Kitab Bhagavad Gita yang baru berkembang 1000 tahun setelah masehi, dan isinya justru jauh berbeda dengan Kitab Bhagavad Gita yang asli (versi pertama), dimana isinya banyak berisikan doktrin-doktrin yang sangat menuhankan sosok Sri Krishna ditambah dengan pengembangan dialog-dialog tambahan antara Sri Krishna dan Arjuna dalam Perang Mahabhrata.

Kembali kepada bahasan kita tentang YANTRA. Dalam Kitab Bhagavad Gita yang asli (versi pertama), penjelasan panjang lebar tentang YANTRA ditemukan dalam bahasan tentang “Ilmu Samkhya” yakni salah satu cabang ilmu dalam Kitab Veda yang membahas cara kerja berbagai elemen yang ada di alam semesta. Menurut Ilmu Samkhya, elemen di alam semesta jenisnya dibagi menjadi dua, yakni PARA dan APARA. PARA adalah elemen yang bersifat konstan dan kekal. Sedangkan APARA adalah elemen yang bersifat tidak kekal dan menjadi bahan utama penyusun alam semesta ini. Dalam ilmu sains modern, APARA disebut sebagai MATERI sedangkan PARA disebut sebagai ANTI MATERI. APARA atau MATERI sendiri menurut Ilmu Samkhya, jenisnya masih terbagi lagi menjadi dua, yakni: MATERI KASAR dan MATERI HALUS. Ilmu Sains Modern saat ini hanya mengenal adanya 5 jenis MATERI KASAR, yakni elemen api, air, angin, tanah dan ether, sementara dalam literatur Kitab Veda Purba (bukan Kitab Veda yg dikumpulkan oleh Ṛṣi Vyāsa atau Bêgawan Abiyasa) justru telah dikenal adanya 105 jenis MATERI KASAR. Sedangkan untuk MATERI HALUS jenisnya antara lain: Manah (pikiran sadar), Chitta (pikiran bawah sadar), Ahangkara/Ahamkara (Ego), Buddhi (kesadaran) dan Sabda (suara).

Menurut teori Albert Einstein, disebutkan bahwa MATERI dapat diubah menjadi ENERGI dan demikian pula sebaliknya ENERGI pun dapat diubah menjadi MATERI. Sedangkan menurut Ilmu Samkhya, bukan hanya disebutkan bahwa MATERI dapat diubah menjadi ENERGI, namun juga disebutkan bahwa semakin halus sebuah MATERI maka semakin besar ENERGI yang dapat dihasilkannya.

Nah terkait dengan prinsip perubahan MATERI menjadi ENERGI ini, maka dalam Ilmu Samkhya dikenal adanya tiga jenis Sistem Propulsi (sistem daya dorong yang bekerja dengan prinsip mengubah MATERI menjadi ENERGI atau sebaliknya), yakni:
1. YANTRA
2. MANTRA
3. TANTRA

Menurut Ilmu Samkhya, diantara ketiga Sistem Propulsi tersebut, YANTRA adalah sistem propulsi elemen yang paling kasar sedangkan TANTRA adalah sistem propulsi elemen yang paling halus. Menurut tutur ajar dari Sang Guru, sebenarnya masih ada satu jenis lagi sistem propulsi elemen di bawah YANTRA, yang dikenal dengan nama DANTRA, namun sistem propulsi elemen ini adalah yang paling kasar dan cenderung ditinggalkan oleh peradaban teknologi masa lalu yang jauh lebih maju dari peradaban kita saat ini.

Sekarang mari kita bahas satu persatu Sistem Propulsi Elemen ini dari yang paling halus ke yang paling kasar ...

Sistem Propulsi Pertama disebut TANTRA, kata bentukannya adalah TANTRIKA. Sistem Propulsi ini bekerja dengan memanfaatkan sifat-sifat dan prinsip-prinsip dasar elemen dan kemudian menggabungkan beberapa elemen yg berbeda. Semua teknologi TANTRA atau TANTRIKA disebutkan dalam Kisah Mahabharata dalam Kitab Bhagavad Gita. Istana Prabhu Yudhistrira sendiri dibangun menggunakan sistem propulsi TANTRA dengan menggunakan kombinasi logam campuran, kristal dan permata jenis tertentu untuk membuat efek ilutif. Perlu diketahui bahwa manusia pada peradaban masa lalu telah mampu memanfaatkan energi kristal sebagai penetralisir radiasi, meramu obat dengan mencampur air raksa dan logam tertentu, membuat pembangkit listrik dengan menggabungkan granit dan air, serta mengeskstrak cahaya matahari sebagai disinfektan dan penghasil emas. Dan semuanya itu dilakukan hanya dengan memanfaatkan Sistem Propulsi TANTRA. Jadi yang perlu dipahami disini adalah bahwa TANTRA merupakan teknik pemanfaatan energi-energi yang terkandung dalam setiap elemen yang ada di alam semesta dan kemudian menggabungkannya satu sama lain. Namun, karena energi elemen alam yg diekstrak dalam sistem propulsi TANTRA bersifat sublim (sangat-sangat halus), maka banyak orang yang menganggap TANTRA sebagai praktik mistik dan berbau klenik. Terlebih ketika sistem propulsi TANTRA atau TANTRIKA kerapkali digunakan dalam tata letak rumah yang dikenal sebaagi Vastu Sastra dalam Kitab Veda dan dikemudian diturunkan menjadi Hong Shui dalam tradisi Jawa, Feng Shui dalam tradisi Cina, dan Asta Kosali dalam tradisi Bali, padahal itu semua hanyalah penerapan dari sebuah Teknik TANTRA atau TANTRIKA yang alami yang dilestarikan dan diwariskan secara turun temurun.

Sistem Propulsi Kedua disebut MANTRA, kata bentukannya adalah MANTRIKA. Sistem propulsi ini bekerja dengan memanfaatkan elemen materi halus “manah” (elemen pikiran sadar) dan “sabda” (elemen gelombang suara). Alat transportasi yang bekerja dengan sistem propulsi MANTRA atau MANTRIKA tidak memerlukan keberadaan mesin mekanik seperti yang kita gunakan saat ini. Kendaraan tersebut cukup dikendalikan dengan frekuensi atau vibrasi suara yang tepat. Dengan teknik MANTRA atau MANTRIKA ini, bahkan seseorang akan mampu memanipulasi elemen “manah” atau pikiran sadarnya sendiri menjadi alat transportasi dengan kecepatan paling tinggi di alam semesta melebihi kecepatan elemen cahaya. Sementara dengan elemen “sabda” (gelombang suara), bahkan elemen air pun dapat diubah menjadi energi nuklir.

Sistem Propulsi Ketiga disebut YANTRA, kata bentukannya adalah YANTRIKA. Secara lazim, YANTRA berarti “mesin”. Dalam bentuk halusnya, “mesin” YANTRA atau YANTRIKA adalah gabungan diagram yang dibuat untuk menarik energi elemen tertentu di alam semesta. Ia mirip seperti Kotak Feng Shui yg mampu melacak keberadaan Vampir, atau Rajah Kaligrafi yg mampu menarik energi khodam huruf-huruf hijaiyah. Contoh nyata implementasi dari “mesin” YANTRA atau YANTRIKA yang kita kenal saat ini adalah UFO atau pesawat-pesawat luar angkasa yang biasanya meninggalkan jejak CROP CIRCLE dengan pola diagram geometris tertentu di sebuah ladang gandum atau ladang sawah. CROP CIRCLE sendiri terbentuk sebagai efek gelombang energi yang dihasilkan oleh “mesin” YANTRA dari pesawat luar angkasa tersebut. Hanya kendaraan yg berbasis sistem propulsi YANTRA saja yang biasanya meninggalkan jejak CROP CIRCLE, sementara kendaraan lainnya yang lebih canggih dan berbasis sistem propulsi MANTRA dan TANTRA justru nyaris tidak meninggalkan jejak apapun.

Selain ketiga jenis sistem propulsi di atas, menurut tutur ajar dari Sang Guru, rupanya masih ada satu lagi jenis Sistem Propulsi lainnya yang disebut sebagai Sistem Propulsi jenis keempat yang dikenal sebagai DANTRA, dimana kata bentukannya adalah DANTRIKA. Sistem propulsi jenis ini adalah sistem propulsi yang paling kasar dengan ciri khas mengeluarkan zat buang yang mencemari dan juga mengeluarkan suara yang agak keras. Sistem Propulsi DANTRA atau DANTRIKA adalah sistem propulsi yang paling kuno dan paling konvensional dalam sejarah manipulasi energi elemen di alam semesta, dan sistem propulsi inilah yang saat ini masih digunakan oleh peradaban manusia saat ini. Dalam Kitab Bhagavad Gita yang asli disebutkan bahwa selama masih menggunakan sistem propulsi DANTRA atau DANTRIKA, maka sampai kapanpun manusia tidak akan pernah bisa menjelajah jagat semesta, baik antar planet ataupun antar galaksi.

Apa yg disebutkan oleh Kitab Bhagavad Gita ini rupanya memiliki kemiripan dengan apa yang disebutkan dalam Al-Quran,

يَا مَعْشَرَ الْجِنِّ وَالْإِنْسِ إِنِ اسْتَطَعْتُمْ أَنْ تَنْفُذُوا مِنْ أَقْطَارِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ فَانْفُذُوا ۚ لَا تَنْفُذُونَ إِلَّا بِسُلْطَانٍ

“Wahai golongan jin dan manusia! Jika kamu sanggup menembus penjuru-penjuru langit dan penjuru-penjuru bumi, maka tembuslah. Kalian tidak akan mampu menembusnya kecuali dengan Sulthaan.”
(QS. Ar-Rahman 55:33)

Nah jika sebelumnya kita telah membahas tentang “YANTRA - MANTRA - TANTRA” dalam konteks “Ilmu Samkhya” yang merupakan salah satu cabang ilmu dalam Kitab Veda yang membahas tentang prinsip kerja berbagai elemen alam di jagat besar (alam semesta) pada tataran MAKROKOSMOS, maka sekarang kita akan membahas tentang “YANTRA - MANTRA - TANTRA” dalam konteks “Ilmu Yoga” yg juga merupakan salah satu cabang ilmu dalam Kitab Veda yang membahas tentang prinsip kerja berbagai elemen dalam jagat  kecil (diri manusia) pada tataran MIKROKOSMOS.

Perlu diketahui bahwa dalam tahap dasarnya, semua elemen di alam semesta, baik yg bersifat kasar ataupun halus memiliki keadaan statis subatomik yg dikenal dengan istilah MAHAT-TATTWA. Dalam Ilmu Sains Modern, MAHAT-TATTWA dikenal dengan istilah DARK MATTER. Akan tetapi dalam konteks Ilmu Samkhya, DARK MATTER disini bukan hanya sebagai komposisi paling dasar dari semua elemen yg ada di alam semesta, namun ia juga menjadi cikal bakal dari sebuah atom yang menyusun setiap elemen. Sedangkan atom sendiri terbentuk dari partikel subatomik karena adanya campuran dua energi yakni PARA (Anti Materi) dan APARA (Materi). Jadi karena Manah (pikiran sadar) dan Chitta (pikiran bawah sadar) merupakan elemen APARA (Materi) paling halus yg tercipta dari MAHAT-TATTWA (DARK MATTER), maka pikiran juga dapat diukur, diatur, dikendalikan atau bahkan dimanipulasi seperti elemen-elemen alam yg lainnya. Teknik manipulasi, pengukuran, pengaturan, dan pengendalian pikiran inilah yg dikenal dengan nama YOGA.

Dalam Kitab Bhagavad Gita, Sloka 4.1 disebutkan tentang YOGA sebagai berikut,

“Sri Krishna bersabda: Aku telah mengajarkan ilmu YOGA ini kepada Vivasvan, Sang Penguasa Matahari, kemudian Vivasvan mengajarkannya kepada Manu, leluhur manusia di bumi, dan kemudian Manu mengajarkannya kepada Ikṣvāku.”
(Bhagavad-Gita, Sloka 4:1)

Yang menjadi pertanyaannya adalah...

Siapa itu Manu? Benarkah Manu yang menjadi leluhur manusia di Bumi? Jika kita hanya menganggapnya mitos, lantas dari mana gerangan asalnya kata “Manusya” yang dalam Bahasa Sansekerta bermakna “anak cucu Manu” yang kemudian diserap ke dalam Bahasa Indonesia menjadi kata “Manusia” dan dalam Bahasa Inggris menjadi kata “Man” yang juga berarti “Manusia”.

Kitab Veda menyebutkan bahwa Manu adalah leluhur manusia yang tersebar di berbagai alam semesta (manusia bukan hanya ada di Planet Bumi saja) dan mengemban tugas untuk mengatur ras manusia dalam tatanan moral (akhlak) dan spiritual dari zaman ke zaman. Satu orang Manu memiliki periode waktu kekuasaan (disebut Manwatara) selama 306,72 juta tahun Planet Bumi. Dan selama periode itu, Manu menurunkan ras manusia di seluruh alam semesta dan membimbing mereka dalam jalan Veda melalui Ajaran Veda Dharmasastra. Dan saat ini, alam semesta kita berada dalam periode Manu Ketujuh yang dikenal dengan nama “Vaivasta-Manu”. Vaivasta sendiri adalah putera dari Vivasvan, Sang Penguasa Matahari, yang menurunkan ras bangsa manusia di Planet Bumi yang trah keturunannya dikenal sebagai “Suryavamsa” (Dinasti Matahari).

Lalu yang menjadi pertanyaan selanjutnya adalah...

Siapa itu Vivasvan, Sang Penguasa Matahari? Akankah ia juga hanya bagian dari sebuah mitos? Ataukah dahulu kala betul-betul pernah ada seorang penguasa di planet Matahari?

Kitab Veda Bhagavata Purana menyebutkan bahwa Vivasvan adalah seorang Penguasa Matahari yang terlahir pada 120 miliar tahun yang lalu. Di Nusantara, Vivasvan dikenal sebagai Bhātara Sūrya Waiwaswana yakni makhluk suci sang penjaga matahari. Vivasvan atau Bhātara Sūrya Waiwaswana memiliki putera yang bernama Vaivasta yang kemudian menjadi Manu Ketujuh (dikenal sebagai Vaivasta-Manu) dan menjadi Penguasa Planet Bumi. Nah Vaivasta-Manu (Manu Ketujuh) ini yang kemudian menurunkan ras bangsa manusia di Planet Bumi yang trah keturunannya dikenal sebagai “Suryavamsa” (Dinasti Matahari).

Lalu jika dalam Kitab Bhagavad-Gita, Sloka 4:1 disebutkan bahwa Ilmu YOGA telah diajarkan oleh Vivasvan kepada Manu, maka pertanyaan berikutnya adalah kapan dan pada zaman apa Ilmu YOGA tersebut diajarkan oleh Vivasvan kepada Manu?

Dalam Kitab Veda Mahabhārata (santiparva), Sloka 348.51-52, disebutkan sebagai berikut:

“Pada awal jaman yang bernama Tretayuga, ilmu pengetahuan YOGA yaitu tentang hubungan dengan Yang Maha Kuasa, disampaikan kepada Manu oleh Vivasvan. Manu, sebagai leluhur manusia, mengajarkan ilmu pengetahuan ini kepada puteranya bernama Maharājā Ikṣvāku, rājā planet bumi dan leluhur Dinasti Yadu.”

Jadi Vivasvan, Sang Penguasa Matahari sebagai orang pertama yang menerima Ilmu Pengetahuan YOGA langsung dari Sri Krishna rupanya telah mengajarkan Ilmu Pengetahuan YOGA kepada puteranya Vaivasta-Manu (Manu Ketujuh) pada awal Zaman Tetrayuga (yakni 6 Manwatara x 306,72 juta tahun ditambah 70 putaran divya-yuga x 4,32 juta tahun ditambah lagi 1,296 juta tahun atau total sekitar 3,98 milyar tahun yang lalu) dan kemudian Vaivasta-Manu (Manu Ketujuh) mengajarkannya kembali kepada Maharājā Ikṣvāku, rājā planet bumi dan leluhur Dinasti Yadu dan kemudian Maharājā Ikṣvāku mengajarkan Ilmu Pengetahuan YOGA ini kepada Para Rajarsi (para raja di planet bumi) secara rahasia dan turun-temurun dari zaman ke zaman.

Jadi Ilmu YOGA sejatinya adalah ilmu pengetahuan rahasia yang berisi pengajaran tentang hubungan manusia kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Kata YOGA sendiri berasal dari akar kata “YUJ” yang berarti “penyatuan”, yakni penyatuan kepada Yang Maha Kuasa, yang dalam Ajaran Jawa Kejawen (Ajaran Jawa Kuno yang telah bersinkretisme dengan Ajaran Tasawuf Islam) dikenal dengan istilah “Manunggaling Kawula Gusti”. Jadi Ilmu YOGA bukan hanya sekedar gerakan senam yang diajarkan di sanggar-sanggar senam dengan menggunakan baju ketat. Bukan itu. YOGA sejatinya adalah teknik mendaur ulang elemen pikiran (chitta dan manah) dan elemen perasaan (ahangkara) menjadi elemen kesadaran (buddhi) dalam jagat kecil (diri manusia) MIKROKOSMOS yang tujuan pencapaian akhirnya adalah kemanunggalan Jiwa Individu manusia atau Jiwatma dengan Sumber Jiwa yang Agung atau Sang Hyang Paramatma atau Tuhan Yang Maha Kuasa.

Setelah melalui perjalanan waktu yang sangat panjang dari zaman ke zaman melalui metode pengajaran yang turun temurun dan juga dirahasiakan, Ilmu YOGA ini kemudian dikembangkan oleh Leluhur Nusantara yang bernama Rsi Karta pada 500 juta tahun yang lalu dengan menggunakan prinsip “YANTRA - MANTRA - TANTRA” dan kemudian dikenal dengan istilah TRIANGGA YOGA yang berarti “Meditasi Tiga Tahap”.

Dalam reuni saya sempat menjelaskan bahwa Meditasi Samhu yg kita pelajari dari Sang Guru dan kemudian kita praktikkan bersama, sejatinya merupakan jenis Meditasi TRIANGGA YOGA yang dikembangkan oleh Leluhur Nusantara yang bernama Rsi Karta pada 500 juta tahun yang lalu, yang kemudian oleh Nabiyullah Adam as praktik meditasi ini diberi nama sebagai Meditasi SAMHU dan bertujuan hanya untuk mengenal diri dan mengenal Tuhan Yang Maha Kuasa.

Dan perlu diketahui bahwa jenis Meditasi ASTANGGA YOGA yang dikembangkan oleh Maharsi Patanjala yang saat ini menjadi populer di seluruh dunia, sejatinya bukanlah Meditasi Asli Warisan Nusantara, karena dalam naskah-naskah Tantra Kuno Nusantara justru hanya mengenal adanya tiga jenis Meditasi, yakni: Meditasi PANCANGGA YOGA (tercatat dalam naskah Lontar Agastya Purwa), Meditasi SADANGGA YOGA (tercatat dalam naskah Lontar Bhuanakosa, Lontar Jnanasiddhanta, Lontar Ganapati Tattwa, Lontar Wrahaspati Tattwa, Lontar Tutur Kamoksan, Kakawin Sutasoma dan Kakawin Nirartha Prakerta) dan Meditasi SAPTANGGA YOGA (tercatat dalam naskah Lontar Tattwajnana). Dan ketiga jenis Meditasi Asli Warisan Nusantara ini sejatinya juga merupakan pengembangan dari praktik Meditasi Purba TRIANGGA YOGA yg mengajarkan Prinsip “YANTRA - MANTRA - TANTRA” sejak 500 juta tahun yang lalu. Namun sayangnya saat ini, tujuan praktik Meditasi ini telah bergeser dan banyak disalahgunakan untuk tujuan mencari “Siddhi-Shakti” (kesaktian) dan melupakan tujuan awal dari meditasi itu sendiri yang bertujuan untuk mengenali diri dan mengenali Tuhan melalui proses penyatuan, yakni menyatunya sifat dan perbuatan manusia dengan sifat dan perbuatan Tuhan yg bersemayam di dalam dirinya yang dikenal sebagai “SIWA” (bukan Dewa Bathara Siwa, melainkan SIWA sebagai Tuhan) yang dalam Tradisi Bugis (Sulawesi) dikenal sebagai “SEUWWAE” yg berarti “Tuhan Yang Tidak Kasat Mata” yang kemudian disimbolkan dengan Aksara Lontara “SA” dalam konsep Sulapa Appa. Nah penyatuan sifat dan perbuatan manusia dengan sifat dan perbuatan Tuhan yang dikenal sebagai “SIWA” atau “SEUWWAE” sebagai Tuhan yang bersemayam dalam diri manusia inilah yang diajarkan dan ditegakkan oleh Sanghyang Agastya (dikenal pula sebagai Bathara Guru, Rsi Waprakeswara, Sanghyang Ismaya, Sanghyang Semar atau Sabdo Palon) sebagai Ajaran SIWA PAKSHA (Ajaran Siwa) di seluruh bekas wilayah Ataladwipa di masa purbakala.
Jadi kesimpulannya adalah bahwa praktik “YANTRA - MANTRA - TANTRA” sejatinya merupakan sebuah pengetahuan tentang pengendalian elemen alam baik dalam tataran MAKROKOSMOS (Jagat Semesta Raya) ataupun MIKROKOSMOS (Diri Manusia).


Sarwa Hayu,
Salam Rah-Aywa,
Rahayu Salawasna,
🙏🙏🙏

Komentar

Postingan populer dari blog ini

7 Titik lathifah

Konsep kedutan di 3 jari bawah pusar atau di tempat titik pusat tenaga dalam atau di tantien

Energi Murni manusia atau energi hawa murni atau energi murni tantien