Selasa, 07 Agustus 2018

DETEKSI KESOMBONGAN

Seorang pria yg bertamu di rumah Sang Kiyai tertegun keheranan. Dia melihat Sang Kiyai sedang sibuk bekerja sendiri menyikat lantai rumahnya sampai bersih.

Pria itu bertanya:
“Apa yg sedang Anda lakukan Pak Kiyai ?”.

Pak Kiyai menjawab:
“Tadi saya kedatangan tamu yang meminta nasehat, saya berikan banyak nasehat yg bermanfaat. Namun, setelah tamu itu pulang saya merasa jadi org Hebat, kesombongan saya mulai muncul, oleh karena itu saya lakukan PEKERJAAN INI untuk membunuh perasaan SOMBONG.”

SOMBONG adalah PENYAKIT yg sering menghinggapi kita semua. Siapa saja dan apapun statusnya; org awam atau ustadz/ulama, bisa dihinggapi oleh penyakit sombong. Bahkan di kalangan PENDAKWAH, benih²nya kerap muncul tanpa kita sadari.

Ditingkat 1 :
Sombong disebabkan oleh FAKTOR MATERI, dimana kita merasa :
~ Lebih kaya,
~ Lebih berkuasa,
~ Lebih tinggi jabatan,
~ Lebih rupawan, &
~ Lebih terhormat drpd org lain.

Ditingkat ke-2 :
Sombong disebabkan oleh FAKTOR KECERDASAN kita merasa :
~ Lebih rajin
~ Lbh pintar
~ Lbh kompeten
~ Lbh berpengalaman
~ Lbh berwawasan dibandingkan org lain.

Ditingkat ke-3 :
Sombong disebabkan oleh FAKTOR KEBAIKAN, kita sering menganggap diri:
~ Lebih bermoral
~ Lebih pemurah
~ Lebih bnyak amalnya
~ Lebih bersemangat berjuang dan beribadah
~ Lebih banyak kontribusinya untuk umat.
~ Lebih besar dari org lain berdasarkan apa yg sudah dicapai, seraya meremehkan org lain dg mnganggapnya org kecil.
~ Lebih tulus dibandingkan dgn org lain.

Yg menarik...., Semakin Tinggi tingkat KESOMBONGAN kita, semakin sulit pula kita mendeteksinya.

SOMBONG karena MATERI mudah terlihat. Namun, SOMBONG karena PENGETAHUAN, apalagi SOMBONG KEBAIKAN, SULIT TERDETEKSI. Karena seringkali hanya berbentuk benih2 halus didalam batin kita.

Cobalah setiap hari, kita INTROSPEKSI diri kita. Kadang kita butuh orang lain untuk mengintropeksi diri, kita butuh kritikan dan masukan orang lain.

Sadarilah... bahwa setiap hal yg baik & yang bisa kita lakukan hendaklah kita banyak² bersyukur pada NYA. Karena semua itu adalah "ANUGERAH ALLAH SWT"

KESOMBONGAN hanya akan membawa kita pada KEJATUHAN yang mendalam.

Tetaplah BERSABAR dan RENDAH HATI.
Sebab, kadang orang yg kita hadapi ternyata lebih hebat dari kita di mata Allah.
لايدخل الجنة من كان في قلبه مثقال ذرة من كبر
Artinya : Tidak akan masuk sorga seseorang yang didalam hatinya ada benih kesombongan , meskipun hanya sekecil dzarroh.

Semoga kita termasuk dalam orang² yang terhindar dari kesombongan dan termasuk dalam.orang² yang bersabar memperoleh petunjuk dan keridhoan Allah SWT.

آمِيّنْ يَا رَبَّ الْعَـالَمِيْن

Arti kata SANTRI

Kata SANTRI (dlm bentuk tulisan Arab Pegon) yaitu : SIN, NUN, TA, RO dan YA.
Dari hurufnya lafazh SANTRI, di ambil dari kata² :

(Sin) SAALIKUN ILAL AAKHIROH.
Artinya ; Seorang santri harus selalu menempuh jalan menuju kebahagiaan akhirat.

(Nun) NAAIBUN 'ANIL MASYAAYIKH.
Artinya ; Seorang santri harus mampu menjadi pengganti/generasi penerus para guru (Ulama).

(Ta) TAARIKUN 'ANIL MA'AASHII.
Artinya : Seorang santri harus selalu menjauhkan diri dari maksiyat.

(Ro) ROOGIBUN FIL KHOIROOT.
Artinya ; Seorang santri harus selalu senang dlm hal kebaikan.

(Ya) YARJUS SALAAMATA FIDDUNYAA WAL AAKHIROH.
Artinya : Seorang santri harus selalu berharap mendapat keselamatan di Dunia dan Akhirat

MENGAPA TIDAK SEMUA ORANG RIZKINYA LAPANG?

Kita tahu, dan yakin, bahwa rizki adalah pemberian Allah. Rizki di tangan Allah, bukan di tangan kita. Karena itu, Allahlah sebab satu-satunya rizki kita. Banyak, sedikit, lancar atau tidak, semua di tangan Allah

Tapi, yang pasti, tidak ada satu pun makhluk yang Allah ciptakan mati karena tidak mendapatkan rizki. Karena itu menyalahi janji Allah. Dan, itu mustahil (Q.s. Hud: 06)

Karena itu, rizki mengejar kita, sebagaimana kematian. Bahkan kita lebih banyak dikejar rizki ketimbang mati. Mati hanya mengejar kita sekali, saat ajal kita habis. Tapi, rizki kita mengejar kita 24 jam sehari

Masalahnya, mengapa rizki setiap orang berbeda? Ada yang lancar, ada yang tidak? Inilah jawaban Allah

وَلَوْ بَسَطَ اللَّهُ الرِّزْقَ لِعِبَادِهِ لَبَغَوْا فِي الْأَرْضِ وَلَٰكِنْ يُنَزِّلُ بِقَدَرٍ مَا يَشَاءُ ۚ إِنَّهُ بِعِبَادِهِ خَبِيرٌ بَصِيرٌ

Andai saja Allah lapanglan rizki hamba-hamba-Nya, pastilah mereka menjadi kurang ajar di muka bumi. Tapi, Dia menurunkan (rizki) sesuai dengan kadar yang Dia kehendaki. Karena Dia Maha Tahu dan Ahli tentang (keadaan) hamba-hamba-Nya
[Q.s. Asy-Syura 27]

Jadi, itulah alasan Allah tidak melapangkan rziki semua hamba-Nya. Karena, Allah memandan mereka belum pantas. Kalau mereka diberi rizki, sebagaimana yang mereka inginkan, di saat mereka tidak siap, maka mereka pun lupa diri, lupa daratan, dan bersikap kurang ajar

Karena itu, Allah berikan sesuai dengan kadar yang Dia Kehendaki. Itulah, mengapa Nabi menjelaskan, kunci rizki adalah kebenaran tawakkal kita kepada Allah. Sementara kunci kebenaran tawakkal kita kepada-Nya ditentukan oleh akidah, atau tauhid kita

Karena akidah, atau tauhid itu bukan hanya keyakinan, tetapi kaidah berpikir yang akan memandu jalan hidup kita. Dengan kaidah berpikir yang benar, maka rizki yang diberikan oleh Allah kepada kita benar-benar membawa kebaikan dunia dan akhirat

Sebaliknya, dengan kaidah berpikir yang salah, rizki yang diberikan oleh Allah kepada kita akan mendatangkan mafsadat (kerusakan), bukan saja bagi kita, tapi juga bagi orang lain
#Itulah yang bisa kita pelajari dari sosok Abdurrahman bin Auf.Rizki yang berlimpah tak membuatnya lupa kepada ALLOH

SAMPAH HATI (Nasehat Sang Guru)



Seorang laki-laki yang berbeda paham dengan seorang Guru Spiritual mengeluarkan kecaman dan kata-kata kasar, meluapkan kebenciannya kepada Sang Guru (Syaikh). Sang Guru hanya diam, mendengarkannya dengan sabar, tenang dan tidak berkata apapun.

Setelah lelaki tersebut pergi, si murid yang melihat peristiwa itu dengan penasaran bertanya,
"Mengapa Guru diam saja tidak membalas makian lelaki itu ???"

Beberapa saat kemudian, Sang Guru bertanya kepada si murid,
“Jika seseorang memberimu sesuatu,  tapi kamu tidak mau menerimanya, lalu menjadi milik siapakah pemberian itu?”

“Tentu saja menjadi milik si pemberi”, jawab si murid.

“Begitu pula dengan kata-kata kasar itu”, tukas Sang Guru.

“Karena aku tidak mau menerima kata-kata itu, maka kata-kata tadi akan kembali menjadi miliknya. Dia harus menyimpannya sendiri. Dia tidak menyadari, karena nanti dia harus menanggung akibatnya di dunia maupun di akhirat, karena energi negatif yang muncul dari pikiran, perasaan, perkataan, dan perbuatan, hanya akan membuahkan penderitaan hidup”.

Kemudian lanjut Sang Guru,
”Sama seperti orang yang ingin mengotori langit dengan meludahinya. Ludah itu hanya akan jatuh dan mengotori wajahnya sendiri".

"Demikian halnya, jika diluar sana ada orang yang benci lalu marah-marah kepadamu, maka biarkan saja!!! Karena mereka sedang membuang SAMPAH HATI mereka. Jika engkau diam saja, maka sampah itu akan kembali kepada diri mereka sendiri, tetapi jika engkau tanggapi, berarti engkau menerima sampah itu.”

Saudaraku...
“Hari ini begitu banyak orang yang hidup dengan membawa sampah di hatinya; sampah kekesalan, sampah amarah, sampah kebencian, dan lain sebagainya, maka jadilah kita orang yang BIJAK”.

Sang Guru melanjutkan nasehatnya,

• Jika engkau tak mungkin memberi, maka janganlah mengambil
• Jika engkau terlalu sulit untuk mengasihi, maka janganlah membenci
• Jika engkau tak dapat menyenangkan orang lain, maka janganlah membuatnya sedih
• Jika engkau tak pandai memuji, maka janganlah menghujat
• Jika engkau tak dapat menghargai, maka janganlah menghina
• Jika engkau tak suka bersahabat, maka janganlah bermusuhan

Sahabatku...
Inilah saatnya kita melatih diri untuk membuang semua sampah yang ada di hati kita. Mari kita renungkan untuk diri kita masing-masing, mampukah kita mengikuti nasehat dan meneladani kebijakan Sang Guru? Mampukah kita menjaga hati, agar tetap bersih bahkan sampai kelak kita menghadap Allah ﷻ?

يَوْمَ لَا يَنْفَعُ مَالٌ وَّلَا بَنُوْنَ ، اِلَّا  مَنْ اَتَى اللّٰهَ بِقَلْبٍ سَلِيْمٍ

"Yaitu pada hari ketika harta dan anak-anak tiada berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah ﷻ dengan hati yang bersih".
(QS. Asy-Syu'ara' : Ayat 88-89)

☆ Semoga Hati Kita Selamat Dari Sampah Hati
☆ Jangan sampai kita termasuk manusia yang mana amalannya seperti gunung di dunia, akan tetapi di akhirat kelak umpama debu yang berterbangan, kerana penyakit yang ada di hatinya
☆ Semoga Kita Mampu Menjaga Hati, Sehingga Kelak Kita Datang Menghadap Allah ﷻ Dengan Hati Yang Bersih

#AAMIIN

Rabu, 01 Agustus 2018

Kenapa ketika berdoa telapak tangan mengadah keatas

Imam Abu Manshur Al-Maturidi (W. 333H) berkata, “Adapun mengangkat tangan ke arah langit saat berdoa, maka ia murni karena tuntutan ibadah (dalam syariat). Allah berhak memperhamba hamba-hamba-Nya dengan apa saja yang Dia kehendaki, dan mengarahkan mereka ke arah mana saja yang dikehendaki-Nya. Dan jika ada yang menganggap, diangkatnya pandangan ke arah langit karena Allah di arah itu, maka ia seperti orang yang menganggap, Allah berada di arah bawah (perut) bumi, karena ia meletakkan dahinya di saat sujud, baik dalam shalat ataupun di luar shalat. Atau seperti orang yang menganggap, Allah itu berada di sisi barat atau timur, karena ia menghadap Allah di saat shalat (kearah barat atau timur), atau Allah berada di sisi Makkah, Oleh karena itu, ia haji menuju kota Makah.” (Kitab at Tauhid:75-76)

Imam Ghazali berkata, “Adapun mengangkat tangan ketika memohon/berdoa ke arah langit, itu dikarenakan ia adalah kiblat doa. Di dalamnya, juga terdapat isyarat bahwa Zat yang kita berdoa kepadanya, adalah menyandang sifat Kemahaagungan dan Kemahaperkasaan, sebagai peringatan bahwa menuju arah atas adalah sebagai sifat keagungan dan ketinggian. Karena sesungguhnya, Dia (Allah) di atas segala sesuatu dengan penguasaan dan penaklukan.” [Ihya Ulumid Din,1/107, Dar al Ma’rifah. Lebanon.]


Imam Sayid Muhamad al Husaini az Zabidi–pensyarah kitab al-Ihya’– menerangkan perkataan Imam Ghazali ini, “Adapun mengangkat tangan ketika memohon/berdoa ke arah langit, itu dikarenakan ia adalah kiblat doa. (sebagaimana Ka’bah adalah kiblah Shalat). Ia (seorang mushalli) menghadap Allah dengan dada dan wajahnya. Sedangkan,Zat yang kita tuju (Allah Swt)–dengan doa dan shalat kita itu–Maha suci dari bertempat di Ka’bah atau di langit.”

An-Nasafi telah menyinggung masalah ini, ia berkata, “Dan mengangkat tangan dan wajah ketika berdoa, adalah murni ta’abud/arahan agama, persis seperti menghadap Ka’bah ketika shalat. Jadi langit adalah, kiblat doa sedangkan Ka’bah adalah kiblat shalat. Di dalamnya, juga terdapat isyarat bahwa Zat yang kita berdoa kepadanya, adalah menyandang sifat Kemaha-agungan dan Kemahaperkasaan sebagai peringatan, menuju arah atas adalah sebagai sifat keagungan dan ketinggian. Oleh karena sesungguhnya Dia (Allah) di atas segala sesuatu dengan penguasaan dan penaklukan.


Imam an-Nawawi juga menegaskan hal itu dalam syarah Sahih Muslim, “Sesungguhnya langit, adalah kiblat untuk para pendoa, sedangkan Ka’bah adalah kiblat untuk orang-orang yang shalat.” [Syarah Muslim,5/24]. Keterangan serupa, disampaikan pula oleh para ulama di antaranya, al Hafidz Ibnu Hajar dalam syarah Sahih Bukharinya.

Mulla Ali al-Qari berkata, “Langit adalah kiblat doa, dengan arti dia adalah tempat turunnya rahmat, yang mana ia adalah sebab berbagai nikmat. Dan ia (doa itu) penyebab dicegahnya beragam bencana…. dan Syeikh Abu Mu’in an-Nasafi, panutan dalam disiplin ini, menyebutkan dalam kitab at-Tamhid-nya, bahwa para muhaqiqin telah menegaskan, diangkatnya tangan saat berdoa adalah murni perintah agama.” [Syarah al Fiqhi al Akbar: 199.]

Allamah al-Bayadhi al-Hanafi berkata, “Diangkatnya tangan di saat berdoa ke arah langit, bukan karena Allah Ta’ala berada di atas langit tertinggi, akan tetapi, karena ia adalah kiblat doa, karena dari arah itulah kebaikan dinanti-nanti dan dan keberkahan diharap turun, sesuai dengan firman Allah,

“Dan di langit terdapat (sebab-sebab) rezekimu dan terdapat (pula) apa yang dijanjikan kepadamu.” (QS.Adz Dzariyat [51];22). Disamping adanya isyarat, akan sifat Kemaha Agungan dan Keperkasaan yang Dia sandang, dan Dia berada diatas makhluk-Nya dengan penaklukan dan penguasaan.”[ Isyarat al Maram:198.]

Panduan Menciptakan Entitas Energi secara Sadar

  Tujuan: Menciptakan makhluk atau sistem energi yang berfungsi sesuai niat dan desain, dengan dua pilihan: dikendalikan penuh atau diberika...