RAHASIA MAKNA SIMBOLIK SATRIA PININGIT




RAHASIA MAKNA SIMBOLIK SATRIA PININGIT
( Seri Kajian Bulan Muharam No. 01 )

Oleh: Yeddi Aprian Syakh Al-Athas
Gambar oleh: Mas Harunata Ra (Oedi)

* Mohon dibaca dengan perlahan karena tulisan ini cukuplah panjang.

Bismillaahirrahmaanirrahiim,

Wahai Saudaraku yang senantiasa dirahmati Allah Swt dan dirindukan Rasulullah saw, mengawali tahun baru 1440 Hijriah, di hari Anggara Kasih (Selasa Kliwon), 1 Muharam 1440 Hijriah atau 11 September 2018 Masehi ini, izinkanlah saya yang faqir dan bodoh ini menyampaikan tentang pembelajaran dari “Sang Guru” tentang Rahasia Makna Simbolik dari jargon “SATRIA PININGIT” yg tentunya begitu familiar di telinga setiap insan yg tinggal di atas Bhumi Nusantara yg kita cintai ini.

Pembelajaran dari Sang Guru ini saya terima tadi malam bertepatan dengan Malam 1 Muharam 1440 Hijriah yg dalam Tradisi Jawa dikenal sebagai Malam 1 Suro.

Bismillah...
Mari kita mulai ...

Sang Guru berkata:
“Wahai Anakku, kuberitahukan kepadamu rahasia sesungguhnya dari makna simbolik SATRIA PININGIT.”

“Anakku ketahuilah bahwa sesungguhnya kata tersebut dalam bahasa aslinya justru bukanlah tertulis SATRIA PININGIT seperti yang selama ini engkau ketahui, melainkan tertulis sebagai SADRIYA PININGIT.”

“Anakku, kata “SADRIA” sendiri merupakan akronim dari kata “SAD” yg berarti “Enam” dan kata “INDRIYA” yg berarti “Indera”. Sehingga kata “SADRIYA” maknanya adalah “Enam Indera” yakni enam indera yg berada dalam tubuh manusia, yakni diantaranya:

1. CAKSU INDRIYA (Indera Penglihatan - Mata), dikenal sebagai “CAKSWINDRIYA”.
2. GHRANA INDRIYA (Indera Penciuman - Hidung), dikenal sebagai “GHRANENDRIYA”.
3. SROTA INDRIYA (Indera Pendengaran - Telinga), dikenal sebagai “SROTENDRIYA”.
4. WAK INDRIYA (Indera Pengecapan - Mulut), dikenal sebagai “WAKINDRIYA”.
5. UPASTHA INDRIYA (Indera Kemaluan), dikenal sebagai “UPASTHENDRIYA”.
6. PAYU INDRIYA (Indera Anus/Dubur), dikenal sebagai “PAYWENDRIYA”.

Nah keenam indera (SADRIYA) ini memiliki pintu gerbang yang dikenal sebagai “NAWADWARA” yg berasal dari kata “NAWA” yg berarti “Sembilan” dan kata “DWARA” yg bermakna “Pintu Gerbang” sehingga kata “NAWADWARA” bermakna “Sembilan Pintu Gerbang” yakni 9 (sembilan) pintu gerbang yang terdapat pada 6 (enam) Indera Tubuh Manusia yakni:

1. CAKSU INDRIYA (Indera Penglihatan - Mata) memiliki 2 lubang.
2. GHRANA INDRIYA (Indera Penciuman - Hidung) memiliki 2 lubang.
3. SROTA INDRIYA (Indera Pendengaran - Telinga) memiliki 2 lubang.
4. WAK INDRIYA (Indera Pengecapan - Mulut) memiliki 1 lubang.
5. UPASTHA INDRIYA (Indera Kemaluan) memiliki 1 lubang.
7. PAYU INDRIYA (Indera Anus/Dubur) memiliki 1 lubang.

Total ada 9 (sembilan) Pintu Gerbang yg terdapat pada 6 (enam) Indera tubuh manusia.

“Nah kesembilan pintu gerbang yg berada pada enam indera tubuh manusia inilah yang harus “di-PININGIT” (ditutup) jika ia ingin menjumpai Cahaya Tuhan (Nur Ilahi) dalam rangka Ma’rifatullah bil Ma’rifatunnafsi. Wahai Anakku, Inilah Rahasia yang sesungguhnya dari makna simbolik SATRIA PININGIT yang telah mengalami pergeseran makna yg makna aslinya hanya akan engkau pahami jika engkau memahaminya sebagai kata SADRIYA PININGIT.”

Demikianlah pesan dari Sang Guru ketika menjabarkan Rahasia Makna Simbolik tentang SATRIA PININGIT yg ternyata aslinya tertulis sebagai SADRIYA PININGIT.

Dan setelah saya melakukan sedikit kajian literatur terhadap beberapa naskah literatur islam dan juga naskah literatur asli nusantara, ternyata saya pun tercengang dan berikut hasil telaah literatur-literatur tersebut tentang perihal “Menutup Pintu Tubuh”.

Imam Bukhari dalam Kitabnya “Shahih Bukhari” Bab “Menutup Pintu” menyebutkan bahwa Rasulullah saw masuk ke dalam Baitullah kemudian beliau menutup Pintu Ma’rifat dengan menghadap kemana saja yang disukainya.

Sementara Imam Nawawi dalam Kitabnya “Syarah Muslim” menyebutkan bahwa yang Menutup Pintu adalah Rasulullah saw sendiri dengan maksud supaya lebih tenang qalbunya dan lebih khusyu’ dalam menyaksikan Nur Allah di dalam shalatnya ketika Beliau saw berada di dalam Baitullah.

Dalam dunia Thariqat, Prosesi Menyaksikan Cahaya Tuhan (Nur Ilahi) dengan cara menutup Pintu Tubuh seringkali disebut dengan istilah “Dzikir Penutup” atau “Dzikir Khatam”. Dan khusus untuk Thariqat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah, Dzikir Penutup ini lebih dikenal dengan istilah “Khatam Khawajakan”.

Dan begitu pula halnya di Nusantara juga terdapat kisah para Wali Tanah Jawa yang menutupi Pintu Gerbang Inderanya ketika mereka sedang melakukan Laku Musyahadah Nur Allah atau Laku Menyaksikan Nur Allah yang dikenal sebagai “BABAKAN HAWA SANGA” yg bermakna “Menutup Sembilan Hawa Nafsu”. Mereka adalah Para Wali Songo, Pangeran Diponegoro, Kyai Prana Jati, Kyai Kahfi, Kyai Hajar Padang, Kyai Bantar Jati, Kyai Ageng Nitiprana, Kyai Empu Penitis dan masih banyak lagi Para Wali yang lainnya yang ternyata juga melaksanakan praktek “Menutup Pintu Tubuh” ini.

Bahkan jauh sebelum Ajaran Islam menyebar di seantero Nusantara, praktek “Menutup Pintu Tubuh” ini juga telah dikenal dalam naskah-naskah kuno Nusantara, diantaranya dalam Rontal “Sanghyang Tattwajnana” berikut,

“Tutup ikan dwara kabeh, irun, tutuk, talina, bayu rumuhun isepen, wetren ikan bumbunan, kunan tanpabhyasa ikan bayu wineha dalam nkana, dadi adalanen irun, alon wetunin bayu, yeka pranamayoga naranna.”

Terjemahan:
“Tutuplah semua pintu gerbang tubuh, hidung, mulut, telinga, lantas hisaplah nafas, keluarkan lewat ubun-ubun. Bila belum terbiasa mengeluarkannya lewat sana, bisa mengeluarkannya lewat hidung, pelan saja keluarnya nafas. Itulah yang dinamakan Pranayamayoga.”
(Rontal Sanghyang Tattwajnana: 63)

Dalam Rontal Sanghyang Tattwajnana, praktek menutup 9 (sembilan) pintu gerbang indera yang terdapat pada 6 (enam) indriya (indera) tubuh manusia ini disebut dengan istilah “PRANAYAMAYOGA” yg mutlak harus dilakukan pada saat bermeditasi.

Dan dalam Kajian Ilmu Gematria, saya pribadi menyebutnya sebagai “Menutup 96 dalam 69”

- Bilangan 96 bermakna “9 pintu gerbang pada 6 indera tubuh”.
- Bilangan 69 merupakan nilai gematria dari rangkaian huruf “Tha-Ya-Nun” yg dibaca sebagai “THIIN” yg bermakna “Tanah” sebagai bahan dasar penciptaan tubuh fisik manusia.

Sehingga kalimat “Menutup 96 dalam 69” bermakna “Menutup Sembilan Pintu Gerbang yang terdapat pada Enam Indera dalam Tubuh Fisik Manusia yg tercipta dari saripati anasir tanah.”

Dan jika bilangan 96 dijumlahkan dengan bilangan 69 maka akan diperoleh hasil penjumlahan sebesar 165, dan bilangan 165 ini sendiri merupakan nilai gematria dari kalimat “LAA ILAAHA ILALLAH” yg dikenal dalam Agama Islam sebagai Kalimat Tauhid.

Dan korelasi antara kalimat “Menutup 96 dalam 69” bermakna “Menutup Sembilan Pintu Gerbang yang terdapat pada Enam Indera dalam Tubuh Fisik Manusia yg tercipta dari saripati anasir tanah” dan bilangan 165 sebagai penjumlahan bilangan 96 dan 69 sebagai nilai gematria dari kalimat “LAA ILAAHA ILALLAH” terdapat dalam riwayat hadits berikut,

Dalamsebuah riwayat, Amirul Mukminin Imam Ali bin Abi Thalib ra bertanya kepada Rasulullah saw:

“Ya Rasulullah, manakah Jalan yang sedekat-dekatnya kepada Allah dan semudah-mudahnya atas hamba Allah dan semulia-mulianya di sisi Allah?”

Rasulullah saw menjawab:

“Ya Ali, engkau harus senantiasa berdzikir.”

Kemudian Rasulullah saw melanjutkan:

“Ya Ali, Kiamat tidak akan terjadi sampai tidak ada lagi di atas permukaan bumi ini orang yang mengucapkan Allah”.

Lalu Imam Ali bin Abi Thalib ra bertanya lagi kepada Rasulullah saw :

“Lalu Bagaimana caranya aku berdzikir kepada Allah, Ya Rasulullah?”

Maka Rasulullah saw bersabda :

“Tutuplah inderamu dan dengarkanlah apa yang aku ucapkan”.

Maka sejenak kemudian Rasulullah saw pun membaca “La Ilaaha Iallah” sebanyak tiga kali, dalam keadaan indera beliau saw tertutup.

Kemudian Imam Ali bin Abi Thalib ra pun ikut berdizikir mengikuti apa yang dicontohkan oleh Rasulullah saw dengan berdzikir kalimat “La ilaaha ilallah”.

Demikianlah kajian singkat saya tentang Rahasia dibalik Makna Simbolik SATRIA PININGIT.

Wallahu ‘alam Bish Shawab.
Hanya Allah Swt semata Yang Maha Mengetahui Kebenarannya.

Mohon maaf atas kesalahan karena Kesalahan semata-mata datangnya hanya dari diri saya pribadi dan Kebenaran datangnya semata-mata hanya dari Allah Swt Yang Maha Benar dan memiliki kebenaran yang tunggal dan bersifat mutlak.

Salam RAH-AYWA,
🙏🙏🙏🙏🙏

Yeddi Aprian Syakh

Komentar

Postingan populer dari blog ini

7 Titik lathifah

Konsep kedutan di 3 jari bawah pusar atau di tempat titik pusat tenaga dalam atau di tantien

Energi Murni manusia atau energi hawa murni atau energi murni tantien