Tak ada satu pun peristiwa dalam hidup ini yang benar-benar kebetulan. Segala yang hadir—baik yang menyenangkan maupun yang menyakitkan—adalah bagian dari rangkaian undangan untuk mengenal diri lebih dalam, untuk mengingat, dan akhirnya kembali kepada-Nya.
Banyak dari kita menjalani hari dengan keluhan kecil yang tak terasa menjadi kebiasaan. Kita mengeluh soal waktu yang tak cukup, rezeki yang belum datang, hubungan yang rumit, hingga harapan yang tak kunjung nyata. Namun, saat kita berhenti sejenak mengambil napas dalam dan memandang dengan hati yang jernih maka kita mulai menyadari bahwa setiap kejadian membawa pesan.
Kesulitan, misalnya, tak datang untuk menghancurkan. Ia adalah cermin tajam yang mengasah jiwa, yang memaksa kita melihat sisi dalam diri yang mungkin selama ini tersembunyi ketahanan, keberanian, kerendahan hati. Justru dalam tekanan dan kejatuhan, potensi terdalam bangkit dan kesadaran mulai tumbuh.
Sementara keberhasilan pun bukan akhir perjalanan. Ia hanyalah persinggahan yang penuh amanah. Ia menguji: apakah kita masih terhubung dengan tujuan mulia, atau mulai kehilangan arah karena terlena? Apakah hati tetap tertambat pada-Nya, atau tergoda oleh kilau dunia?
Hidup ini bukan hanya tentang kejadian, tapi tentang makna. Dan makna itu baru terlihat saat kita berani menggali, bukan sekadar menjalani. Setiap langkah, setiap napas, bahkan setiap air mata adalah bagian dari perjalanan pulang menuju hakikat diri, yaitu menyatu kembali dengan Sang Sumber Segala: Allah.
Kita dilahirkan bukan untuk tersesat dalam dunia, tapi untuk mengenali arah dalam setiap liku, untuk bertumbuh dalam tiap ujian, dan untuk kembali dalam keadaan hati yang mengenal Tuhannya.
Maka, daripada bertanya “Mengapa ini terjadi padaku?”, mungkin lebih bijak bertanya, “Pesan apa yang sedang Allah sampaikan melalui ini?” Karena dalam setiap kejadian, tersembunyi ajakan lembut dari-Nya: “Pulanglah. Aku menunggumu.”

Tidak ada komentar:
Posting Komentar